
09 Maret 2025
Amerika Serikat terus memperluas upayanya dalam mengamankan pasokan tanah jarang, dengan kini mengincar cadangan besar yang terdapat di salah satu negara Afrika. Setelah sebelumnya fokus pada sumber daya di Ukraina, Washington kini mengalihkan perhatiannya ke benua Afrika guna memastikan suplai mineral strategis yang digunakan dalam berbagai teknologi canggih. Nilai potensi tambang ini diperkirakan mencapai Rp391.080 triliun.
Pentingnya Tanah Jarang bagi AS
Tanah jarang merupakan kelompok mineral yang sangat dibutuhkan dalam industri modern, termasuk untuk produksi baterai kendaraan listrik, semikonduktor, hingga peralatan militer seperti jet tempur dan sistem radar. Saat ini, China masih menjadi pemasok utama tanah jarang di dunia, sehingga AS berupaya mengurangi ketergantungannya terhadap Negeri Tirai Bambu dengan mencari sumber alternatif di berbagai belahan dunia.
Afrika menjadi wilayah yang menarik bagi AS karena banyak negara di benua tersebut memiliki cadangan tanah jarang dalam jumlah besar yang belum sepenuhnya dieksploitasi. Pemerintah AS telah menggelar perundingan dengan beberapa negara untuk menjalin kerja sama dalam eksplorasi dan pengolahan mineral ini.
Negara Afrika yang Jadi Target
Meskipun belum ada pengumuman resmi, laporan dari beberapa sumber menyebutkan bahwa Republik Demokratik Kongo, Namibia, dan Madagaskar masuk dalam daftar negara yang tengah dibidik oleh AS. Negara-negara ini memiliki potensi besar dalam sektor pertambangan, terutama untuk mineral tanah jarang yang kini menjadi komoditas strategis di pasar global.
Pemerintah AS dikabarkan sedang menyiapkan investasi besar-besaran dalam eksplorasi dan infrastruktur tambang di kawasan tersebut. Selain itu, Washington juga berupaya untuk menjalin kerja sama dengan pemerintah setempat guna memastikan akses yang stabil dan berkelanjutan terhadap sumber daya tersebut.
Persaingan dengan China
Langkah AS ini dipandang sebagai bagian dari strategi persaingan global dengan China, yang selama ini mendominasi industri tanah jarang. Beijing telah lama berinvestasi di sektor pertambangan Afrika dan memiliki hubungan erat dengan banyak negara di benua tersebut.
Beberapa analis menilai bahwa ekspansi AS ke Afrika dapat meningkatkan ketegangan geopolitik, terutama jika Washington berusaha mengambil alih proyek yang sebelumnya didanai oleh China. Namun, di sisi lain, hal ini juga membuka peluang bagi negara-negara Afrika untuk mendapatkan investasi lebih besar dan meningkatkan posisi mereka dalam rantai pasok global.
Kesimpulan
Amerika Serikat semakin agresif dalam mengamankan pasokan tanah jarang dengan mengalihkan fokus ke negara-negara di Afrika. Dengan potensi nilai tambang yang mencapai Rp391.080 triliun, langkah ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan terhadap China dan memperkuat dominasi industri teknologi AS. Namun, persaingan geopolitik dengan China serta dinamika di negara-negara Afrika akan menjadi faktor penting yang menentukan keberhasilan strategi ini di masa depan.